Jika anda sudah cukup lama trading, atau sering bergabung dalam group-group saham di media sosial, anda tentu pernah mendengar istilah “Saham Sejuta Umat”, gelar ini pertama kali disandang oleh saham BUMI di tahun 2008-2010.
Pada periode tersebut BUMI menjadi saham yang paling banyak diperbincangkan setiap harinya, hampir semua investor memiliki, atau pernah membeli saham ini. Namun seiring dengan kejatuhan harga BUMI, gelar itu akhirnya berpindah dari satu saham ke saham yang lain.
Setelah BUMI, sempat muncul saham KARK, salah satu praktisi saham yang cukup berpengaruh pada saat itu sempat mengatakan bahwa saham ini akan menggantikan posisi BUMI (akan menjadi perusahaan batubara terbesar) padahal pada saat itu harga sahamnya baru naik ke level 120an.
Tidak lama setelah itu muncul saham GTBO, saham ini bahkan lebih fenomenal dari KARK, harganya naik dari 50 ke 7.500 dalam waktu kurang dari 1 tahun, jika anda mengira anda salah baca, anda tidak salah, seperti terlihat pada grafik di atas saham ini memang naik 150 kali lipat dari 50 di pertengahan tahun 2011 ke 7.500 di pertengahan tahun 2012.
Setelah GTBO ada cukup banyak saham yang memegang gelar “Saham Sejuta Umat”, dalam 2 tahun terakhir kita mungkin masih ingat saham TRAM dan terakhir BEKS, dan banyak saham lainnya. Saham-saham tersebut pada masanya selalu menjadi ‘trending topic’ di beberapa media sosial khusus saham.
Pertanyaanya : Apakah persamaan yang dapat kita temukan di antara saham-saham tersebut ?
Anda kemungkinan sudah tahu jawabannya, semua saham tersebut jatuh harganya, dan membuat ribuan bahkan mungkin pulihan ribu investor ritel mengalami kerugian besar di saham tersebut.
- BUMI turun dari 8.000 an ke 50
- KARK sempat naik dari 50 ke 300an, namun akhirnya turun lagi ke 50 dan membawa ribuan investor ritel nyangkut di dalamnya, tidak kalah tragis Direkturnya ditemukan bunuh diri, dan sekarang sudah delisting.
- GTBO, sempat naik dari 50 ke 7.500, namun sekarang sudah turun lagi ke 260, dan sudah di suspend dalam 2 tahun terakhir.
- TRAM, saham ini naik secara ‘misterius’ dari 500 ke 1.800 tanpa banyak dibahas, namun ketika harganya mulai turun dari 1.800 ke 50 saham ini secara tiba-tiba menjadi populer, dan diborong ribuan investor ritel, yang akhirnya juga mengalami kerugian besar-besaran di saham ini.
- BEKS ceritanya masih berlangsung saat ini, saham ini masih jadi ‘trending topic’ di berbagai sosial media, namun menurut pengamatan kami sudah banyak sekali investor ritel yang nyangkut di saham ini.
Jika kita melihat dengan sudut pandang yang realistis saat ini, kita tentunya menyadari bahwa saham-saham tersebut bukanlah saham unggulan, dengan fundamental kuat, yang layak dijadikan investasi (disimpan selama bertahun-tahun). Namun kenyataan banyak dari kita yang sudah menyimpan bertahun-tahun saham-saham tersebut karena nyangkut.
Pertanyaan selanjutnya adalah : Mengapa justru saham-saham seperti inilah yang menjadi ‘Saham Sejuta Umat’, mengapa saham-saham seperti ASII, BBCA, TLKM, tidak pernah sekalipun mendapat gelar tersebut meskipun sudah naik ratusan persen selama beberapa tahun terakhir.
Mengapa saham-saham yang naik secara luar biasa tahun ini seperti KAEF, INAF, PPRO dan banyak saham lainnya justru kalah populer dibanding saham-saham seperti BEKS, CNKO ?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa kita mengerti jika kita memahami Ilmu Bandarmologi, berikut ini beberapa poin yang bisa membantu anda mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut :
SAHAM TIDAK PERLU POPULER UNTUK BISA NAIK DAN TIDAK SEMUA SAHAM NAIK MENJADI POPULER
Dalam teori market efisien dikatakan bahwa ketika saham naik pepularitasnya, karena berita-berita positif yang muncul pada saham ini, maka akan semakin banyak orang yang tertarik untuk membeli saham ini, dan karena jumlah saham selalu sama, naiknya popularitas dan minat beli terhadap suatu saham akan membuat harga saham ini naik.
Namun dalam teori Bandarmologi, konsep tersebut tidak selalu berlaku, karena teori ini percaya bahwa bandar bisa menggerakan harga saham, jadi saham tidak perlu populer untuk membuat harganya naik. Salah satu contoh aktualnya adalan kenaikan saham TPIA
Grafik di atas menunjukan kenaikan liar biasa saham TPIA yang harganya terus naik dari bulan Juli lalu, sampai sekarang, harganya sudah naik dari 4.000an sampai 16.000an, jika kita berpendapat kalau saham yang populer adalah saham yang harganya naik banyak, maka seharusnya saham ini akan menjadi Trending Topic di setiap group saham, dan sosial media. Namun kenyataannya tidak, dari pemantauan kami di berbagai group, tidak satupun group yang membahas pergerakan saham ini dalam beberapa bulan terakhir.
Jadi terbukti bahwa kenaikan harga dan popularitas saham tidak selalu berbanding lurus.
SETIAP SAHAM GORENGAN HARUS DIPROMOSIKAN UNTUK BISA POPULER
Di atas kita sempat membahas mengenai saham ASII, BBCA, dan TLKM yang meskipun harganya naik, fundamentalnya bagus, namun popularitasnya biasa-biasa saja. Namun saham-saham blue chip seperti ini tetap memiliki kelebihan, karena meskipun sahamnya tidak populer, namun saham ini tetap banyak yang beli, karena setiap reksadana, dana pensiun, investor institusi dan pemain besar lainnya, umumnya aktif jual beli di saham ini, sehingga transaksi di saham-saham ini selalu besar.
Namun berbeda ceritanya dengan saham-saham gorengan atau emiten-emiten yang sebelumnya tidak dilirik para investor ritel seperti, BEKS, CNKO, GTBO, KARK, dll. Saham-saham seperti ini perlu dipromosikan, terutama jika mau dijual ke investor ritel seperti kita. Analoginya kurang lebih sama dengan ketika seorang pedagang mau menjual produk baru ke konsumen ritel, untuk membuat barangnya laku dijual produk ini harus di-iklankan ke publik.
Jadi bisa kita simpulkan, untuk harga saham naik, suatu saham tidak perlu menjadi populer, namun jika suatu saham mau didistribusi (dijual ke investor kecil seperti kita), maka saham tersebut harus menjadi populer.
Itulah kurang lebih penyebab kenapa ‘Saham Sejuta Umat’ justru merupakan saham-saham yang hancur harganya, itulah alasannya mengapa kita mendengar bahwa jauh lebih banyak investor yang rugi di pasar modal daripada yang untung, padahal jika dihitung secara statistik lebih banyak saham yang naik daripada yang turun.
Jaman sosial media seperti sekarang juga membuat BANDAR semakin mudah mempromosikan saham yang mau dijualnya, karena ada begitu banyak komunitas dan group-group saham yang bisa mereka gunakan sebagai sarana promosi.
Itu sebabnya sangat jarang kita menemukan investor atau trader berpengalaman yang aktif dalam komunitas-komunitas saham yang ada, karena ada begitu banyak kepentingan di sana, ada begitu banyak ‘marketing agent’ bandar yang tersebar di berbagai group-group tersebut, yang tersembunyi akun-akun misterius yang tersebar. Itu juga alasannya mengapa di forum-forum tersebut saham-saham yang hancur harganya justru selalu menjadi trending topic.
Kami sendiri hanya menggunakan berbagai media sosial tersebut untuk melakukan ‘research bandarmologi’, untuk melihat saham-saham saja yang sedang ramai di-PROMOSIKAN, karena bukan mustahil saham-saham tersebut justru adalah saham-saham yang akan jatuh harganya. Jadi sebagai investor ritel sebaiknya kita menjauhi saham-saham yang banyak dibahas tersebut.
Website Administrator
Creative Trading System | Creative Idea in Stock Market
3 comments
like
Mantap……
dari dulu ga demen sama gorengan. Lebih suka invest di bc walau gerakannya kalem2 tp tenang di buat tidur